BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek
yang sangat penting dalam kehidupan, dimana aspek yang menjadi subjek sekaligus
objek yang penting dalam hal ini adalah peserta didik. Pendidikan yang
diberikan tidak hanya dalam lingkup akademik namun mendidik disini dimaksudkan
untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan norma hukum dan
agama. Setiap peserta didik bersifat khas dan unik karena setiap
peserta didik berbeda-beda.
Dalam pendidikan dan pembelajaran
diperlukan suatu pengetahuan akan perkembangan-perkembangan yang terjadi pada
peserta didik. Dimana aspek-aspek perkembangan peserta didik cukup banyak
seperti perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan moral,
perkembangan spiritual atau kesadaran beragama dal lain sebagainya. Setiap
aspek-aspek tersebut dapat dikaji berdasarkan fase-fasenya untuk membantu dalam
memahami cara belajar dan tentunya sikap maupun tingkah laku peserta didik.
Selain itu, aspek pembelajaran yang diberikan kepada para peserta didik juga
berupa pendidikan moral dan spirituall untuk membentuk pribadi-pribadi yang
sesuai dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan pendidikan bangsa
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini dapat di rumuskan
beberapa masalah, yaitu :
1. Bagaimana perkembangan
moral peserta didik.?
2. Bagaimana perkembangan
spiritual peserta didik.?
3.
Bagaimana perkembangan sosial peserta didik
4. Bagaiman implikasi
perkembangan moral,spiritual,sosial terhadap pendidikan.?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perkembangan
Moral, Spiritual, Sosial Peserta Didik
Secara etimologi istilah moral berasal
dari bahasa Latin mos, moris (adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku,
kelakuan) mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak). Sedangkan
moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai
dan prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral ini antara lain, seruan untuk
berbuat baik kepada orang lain, atau larangan untuk tidak berbuat kejahatan
kepada orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa moral merupakan tingkah laku
manusia yang berdasarkan atas baik-buruk dengan landasan nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat.
Seseorang dikatakan bermoral apabila ia
mempunyai pertimbangan baik dan buruk yang ditunjukkan melalui tingkah lakunya
yang sesuai dengan adat dan sopan santun. Sebaliknya seseorang dikatakan
memiliki perilaku tak bermoral apabila perilakunya tidak sesuai dengan harapan
sosial yang disebabkan dengan ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang
adanya perasaan wajib menyesuaikan diri. Selain itu ada perilaku amoral atau
nonmoral yang merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial yang
lebih disebabkan karena ketidak acuhan terhadap harapan kelompok sosial dari
pada pelanggaran sengaja terhadap standar kelompok.
Perkembangan moral adalah perkembangan
yang berkaitan dengan aturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 2002)[1]. Perkembangan moral
juga merupakan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak
berkenaan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku
dalam kelompok sosial. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral
(imoral) akan tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk
dikembangkan. Melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (orang tua,
saudara, teman sebaya atau guru), anak belajar memahami tingkah laku mana yang
buruk atau tidak boleh dilakukan dan mana yang baik atau boleh dilakukan
sehingga terjadi perkembangan moral anak tersebut.
Menurut teori Kohlberg telah menekankan
bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan
berkembang secara bertahap yaitu:
1. Penalaran
Prakonvesional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan
(hadiah) dan hukuman ekternal.
Orientasi hukuman dan ketaatan ialah tahap pertama dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas hukuman.
Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
Individualisme dan tujuan adalah tahap kedua dari teori ini. Pada tahap ini
penalaran moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri. Anak-anak
taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik
adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang
dianggap menghasilkan hadiah.
2. Penalaran
Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari
teori perkembangan moral Kohlberg. Internalisasi individu pada tahap ini adalah
menengah. Seorang mentaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka
tidak mentaati standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau
masyarakat.
-
Norma-norma interpersonal, pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran,
kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Anak anak sering mengadopsi standar-standar
moral orangtuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oelh orangtuanya
sebagai seorang perempuan yang baik atau laki-laki yang baik.
-
Moralitas sistem sosial. Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas
pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
3.
Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar
diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.
Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan
kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi. Hak-hak masyarakat versus
hak-hak individual, pada tahap ini seseorang mengalami bahwa nilai-nilai dan
aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu
orang ke orang lain. Seseorang menyadari hukum penting bagi masyarakat, tetapi
nilai-nilai seperti kebebasan lebih penting dari pada hukum. Prinsip-prinsip
etis universal, pada tahap ini seseorang telah mengembangkan suatu standar
moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi
konflik secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati,
walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.
B. Pengertian Spiritual dan
perkembanganya
Spiritual berasal dari bahasa latin
“spiritus” yang berarti nafas atau udara, spirit memberikan hidup, menjiwai seseorang.
Spiritual meliputi komunikasi dengan Tuhan (fox 1983), dan upaya seseorang
untuk bersatu dengan Tuhan (Magill dan Mc Greal 1988), spiritualitas
didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau suatu
yang lebih agung dari diri sendiri (Witmer 1989).
[3]Istilah ini berkaitan
dengan kata benda bahasa latin spritus berarti “roh” jiwa”sikap bathin, kata
yang di pakai adalah sikap bathin yang mengarah kepada ke pribadian
kita,spritualitas di tentukan oleh
pengalaman dan agama seseorang. Spritual kristen adalah sikap bathin
yang berjuang untuk menghayati iman sesuai dengan firman Allah yang hidup.
Spritual kristen mengarahkan pengikut kristus untuk hidup lahir-bathin dalam
kehadiran Allah, terarah pada damai sejahtera Allah di tengah pergumpulan,
pengharapan dan penderitaan dunia ini.
[4]CARA PENDEKATAN SPIRITUALITAS.
Pendekatan secara penginjilan yaitu
dengan metode menggunakan ayat-ayat firman Tuhan Pendekatan secara pengalaman
adalah pendekatan secara khusus yang berbicara mengenai penglaman, pendekatan
pengalaman sangat memperhatikan krisis agama yang berkembang dalam satu
lingkungan yang luas yang duniawi.
Dalam pendidikan ilmu teologi pembinaan
atau pembentukan spritualitas (spritual formation) merupakan unsur yang
penting. Dalam pembentukan spritualitas kristen. Paling sedikit ada 3 unsur
pokok, yaitu :
1.
Pergaulan yang teratur dengan Alkitab.
Pergaulan yang teratur dengan Alkitab, menurut keyakinan keristen Alkitab
di pakai Allah untuk ber firman kepada manusia
2.
Pergumulan penuh kasih dengan dunia,
hal ini tidak terlepas dari pergumulan dunia kita membaca alkitab dalam
kepercayaan bahwa Allah mengasihi dunia
dan bahwa Allah adalah kasih( 1 YOH 4 : 16)
3.
Doa yang jujur kepada Allah.
Ada banyak macam doa : doa pribadi, dan doa jemaat,doa pujian dan doa
keluhan,doa pengakuan dosa dan doa permohonan Roh kudus, dst.karena itu, dalam
doa kita harus bersikap jujur, dalam pergumulan, kegembiraan,
pengharapan,kekecewaan kita berseru” Ya Bapa” ( Rom
8:15) serta mempercayakan diri kedalam tanganNya, juga ketika kita berada di
“padang gurun “ ( Mat 4:1-11 )dalam doa keseluruhan hidup di bawa ke hadirat Allah, termasuk pengetahuan
kita dlam doa pula kita mencari kehadirannya di dunia ini dan dalam kehidupan. Doa merupakan jembatan
antara pemikiran kritis/ ilmiah dan spritualitas.
Karakteristik spiritual yang utama
meliputi perasaan dari keseluruhan dan keselarasan dalam diri seorang, dengan
orang lain, dan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi sebagai satu penetapan.
Orang-orang, menurut tingkat perkembangan mereka, pengalaman, memperhitungkan
keamanan individu, tanda-tanda kekuatan, dan perasaan dari harapan. Hal itu
tidak berarti bahwa individu adalah puas secara total dengan hidup atau jawaban
yang mereka miliki. Seperti setiap hidup individu berkembang secara normal,
timbul situasi yang menyebabkan kecemasan, tidak berdaya, atau
kepusingan.Karakteristik kebutuhan spiritual meliputi:
a)
Kepercayaan
b)
Pemaafan
c)
Cinta dan hubungan
d)
Keyakinan, kreativitas dan harapan
e)
Maksud dan tujuan serta anugrah dan harapan.
Karakteristik dari kebutuhan spiritual
ini menjadi dasar dalam menentukan karakteristik dari perubahan fungsi
spiritual yang akan mengarahkan individu dalam berperilaku, baik itu kearah
perilaku yang adaptif maupun perilaku yang maladaptif.
perkembangan aspek spiritual berdasarkan
tumbuh-kembang manusia. Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting
untuk diperhatikan.
a. Individu yang berusia
antara 0-18 bulan, Bayi yang sedang dalam proses tumbuh kembang,
yang mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak adalah individu yang masih
bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan lingkungan
yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar
mandiri. Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa perkembangan bayi.
Haber (1987) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk
perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk
mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari
terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi.
b.
Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa kanak-kanak awal
(18 bulan-3 tahun). Anak sudah mengalami peningkatan kemampuan kognitif.
Anak dapat belajar membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran
kemandirian yang lebih besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa
anak-anak mulai berlatih untuk berpendapat dan menghormati acara-acara ritual
dimana mereka merasa tinggal dengan aman. Observasi kehidupan spiritual anak
dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa sebelum tidur
dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam dalam kehidupan
sehari-hari. Anak akan lebih merasa senang jika menerima pengalaman-pengalaman
baru, termasuk pengalaman spiritual.
c. Perkembangan spiritual
pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat dengan kondisi
psikologis dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai
memahami kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan
dengan norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah,
tetapi membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga
lain. Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang
mendasar tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan
karena anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima
penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan
membedakan Tuhan dan orang tuanya.
C. Implikasi
Perkembangan Moral dan Spiritual Terhadap Pendidikan
Beberapa strategi yang mungkin dapat
dilakukan guru disekolah dalam membantuperkembangan moral dan spiritual peserta
didik, yaitu :
1. Memberikan pendidikan
moral dan keagamaan melalui kerikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah
sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan. Atmoisfer disini termasuk
peraturan sekolah dan kelas, sikap terhadap kegiatan akademik dan
ekstrakurikuler, orientasi moral yang dimiliki gura dan pegawai serta materi
teks yang digunakan. Terutama guru dalam hal ini harus mampu menjadi model tingkah
laku yanmg mencerminkan nilai-nilai moral dan agama. Tanpa adanya model tingkah
laku yang baik dari guru, maka pendidikan moral dan agama yang diberikan
disekolah tidak akan efektif menjadi peserta didik yang moralis dan religious.
2. Memberikan pendidikan moral
langsung, yakni pendidikan moral dengan pendekatan pada nilai dan juga sifat
selama jangka waktu tertenyu, atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat
tersebut kedalam kurikulum. Dalam pendekatan ini, intruksi dalam konsep moral
tertentu dapat mengambil bentuk dalam contoh dan definisi, diskusi kelas dan
bermain peran, atau member penghargaan kepada siswa yang berperilaku secara
tepat.
3. Memberikan pendekatan
moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan moral tidak
langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa memperoleh kejelasan mengenai
tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk dicari. Dalam klarifikasi
nilai, siswa diberikan pertanyaan dan mereka diharapkan untuk member tanggapan,
baik secara individual maupun secara kelompok.tujuannya adalah untuk menolong
siswa menentukan nilai mereka sendiri dan menjadi peka terhadap nilai yang di
dapat oleh orang lain.
1.
Menjadikan pendidikan sebagai wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk
menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis tetapi penghayatan
yang benr-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan. Oleh sebab itu,
pendidikan agama yang dilangsungkan disekolah harus lebih menekankan pada
penempatan peserta didik untuk mencari pengalaman keberagamaan. Dengan demikian
maka yang ditonjolkan dalam pendidikan agama adalah ajaran dasar agama yang
asarta dengan nilai-nilai spiritualitas dan moralitas seperti kedamaian dan
keadilan.
2.
Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan
spiritual parenting, seperti :
a.
Memupuk hubungan sadar anak dengan Tuhan melalui doa setiap hari
b.
Menanyakan kepada anak bagaimana Tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-
hari
c.
Memberikan kesadaran kepada anak bahwa Tuhan akan membimbing kita apabila
kita meminta
d.
Menyuruh anak merenungkan bahwa Tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara
menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri merekatumbuh atau mendengar
darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi
sekalipun mereka tidak melihat apapun.
D. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik
Berbagai aspek perkembangan pada peserta
didik dipengaruhi oleh interaksi atau gabungan dari pengaruh internal dan
faktor eksternal. Begitu pula dengan perkembangan moral dan spiritual dari
peserta didik. Meskipun kedua aspek perkembangan tersebut dipengaruhi oleh
faktor eksternal dan internal yang hampir sama tetapi kadar atau bentuk
pengaruhnya berbeda.
Meskipun faktor eksternal memiliki
pengaruh yang cukup besar pada perkembangan moral peserta didik, peserta didik
tetap mampu menentukan hal-hal atau nilai-nilai yang akan dianut atau digunakan
sebagai pembentuk jati diri. Hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan
peserta didik akan nilai-nilai moral yang tenyunya pertama kali akan dilihat
dari sosok atau jati diri orang tua. Meskipun terkadang orang tua tidak secara
formal memberikan nilai-nilai moral tersebut, peserta didik tetap mampu
menginternalisasi atau memasukkan nilai-nilai tersebut ke dalam jati dirinya
yang diwujudkan dengan sikap dan tingkah laku peserta didik. Oleh karena
itu,para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting
dalam pembentukan moral. Dimana dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai
pencerminan nilai-nilai hidup tertentu tersebut, banyak faktor yang
mempengaruhinya diantaranya yaitu:
1. Tingkat harmonisasi
hubungan antara orang tua dan anak.
2.
Banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman,
orang-orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak
sebagai gambaran-gambaran ideal.
3.
Lingkungan meliputi segala segala unsur lingkungan sosial yang berpengaruh,
yang tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang
langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari
nilai-nilai tertentu.
4.
Tingkat penalaran, dimana
perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh
perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat
penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula
tingkat moral seseorang.
5.
Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan
menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan
dalam pergaulan dengan orang lain [7](Yusuf, 2011)
Perkembangan spiritual juga dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal pula. Faktor internal pada perkembangan
spiritual juga berupa faktor keturunan yaitu berupapembawaan dimana faktor ini
merupakan karakteristik dari orang itu sendiri, dasar pemikiran dari individu
berdasarkan kepercayaan dan budaya yang dimilikinya. Faktor eksternal dapat
berupa keluarga yang sangat menentukan pula dalam perkembangan spiritual anak
karena orang tua memiliki peran yang sangat penting sebagai pendidik atau
penentu keyakinan yang mendasari anak. Kemudian pendidikan keagamaan yang
diterapkan di sekolah juga dapat menjadi faktor penentu perkembangan spiritual
anak, karena dengan adanya pendidikan anak akan mulai berpikir secara logika
dan menentukan apa yang baik dan tidak bagi dirinya dan kelak akan menjadi
karakter dari peserta didik. Selain itu, adanya budaya yang berkembang di
masyarakat akan mempengaruhi perkembangan spiritual peserta didik pula. Baik
perkembangan yang menuju arah yang baik (positif) atau menuju ke arah
yang buruk (negatif), itu semua tergantung pada bagaimana cara anak
berinteraksi dengan masyarakat tersebut [8](Baharuddin, 2009).
PENDIDIKAN
SOSIAL
[9]Istilah
sosiologi berasal dari bahasa latin yaitu sosius dan logos yang berarti ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan
masyarakat. Beberapa karakteristik ilmu sosial antara lain nonetis yaitu
pembahasan dengan penjelasan masalah yang mendalam,kumulatif yaitu
memperlengkapi dan memperkuat teori yang sudah ada. Sosiologi dalam perspektif
kristen hrus di mulai dari pengakuan akan Allah menciptakan manusia dalam
gambar dan rupaNya. Kesetaraan adalah kunci dalam hubungan sosial manusia
dengan manusia lainnya,kesetaraan hubungan manusia pertama dengan penolongnya kesetaraan antara Adam dan Hawa perempuan penolong
baginya kesetaraan hubungan antara manusia atas perintah untuk mengasihi sesama
manusia (mat 23:29 ) perintah menjadi
salah satu dasar pembelajaran sosiologi dalam persepektif kristen.
Dasar dalam persepektif
sosiologi dalam persefektif kristen :
1.
struktur keluarga dalam proses sosial
berdasarkan pada mandat budaya yang di tetapkan dengan Allah.suatu perintah dan
tuntutan Yang harus dipatuhi dengan sikap ketaatan mutlak untuk membangun peradaban manusia. ( kej
1:26-28)
2.
struktur masyarakat dalam hubungan suami
istri berada dalam kesetaraan dalam struktur
normatif yang di tetapkan Allah. ( Ef
5:22-27)
3.
perubahan sosial yang didasarkan pada
hidup baru dalam kristus ( 1 pet 2:11)
4. tipe
lembaga sosial yang didasarkan pada kesetaraan dan kedaulatan dalam setiap
struktur lembaga pemerintahan dan kedaulatan dalam setiap struktur lembaga dalam pemerintahan yang didasarkan pada
keteraturan dan ketaatan pada struktur pemerintahan yang telah ditetapkan oleh
Allah” Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja
sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, maupun kepada wali-wali yang di
utusnya untuk menghukum orang orang yang buat jahat dan menghormati orang orang
yang berbuat baik’ ( 1 pet 2:13-14 )
Perubahan sosial adalah
proses yang meliputi bentuk keseluruhan aspek kehidupan masyarakat. Menurut
pengamatan, perubahan sosial telah menjadi titik kajian beragam ilmu yang
sifatnya lintas disiplin. Perubahan sosial adalah masalah teori-teori sosial
yang dipakai untuk menerangi fenomena perubahan sosial secara sepihak. Dalam
banyak hal, ternyata teori, substansi dan metodologi tidak bisa terpisah
menjadi suatu sistem berpikir untuk memahami fenomena perubahan sosial yang
lengkap.
Perubahan sosial
menggambarkan suatu proses perkembangan masyarakat. Pada satu sisi perubahan
sosial memberikan suatu ciri perkembangan atau kemajuan (progress) tetapi pada
sisi yang lain dapat pula berbentuk suatu kemunduran (regress). Perubahan
sosial dapat terjadi oleh karena suatu sebab yang bersifat alamiah dan suatu
sebab yang direncanakan. Perubahan sosial yang bersifat alamiah adalah suatu
perubahan yang bersumber dari dalam masyarakat itu sendiri. Sedangkan perubahan
sosial yang direncanakan adalah perubahan yang terjadi karena adanya suatu
program yang direncanakan, seringkali berbentuk intervensi, yang bersumber baik
dari dalam ataupun dari luar suatu masyarakat. Gejala perubahan sosial yang
masih relevan dalam tatanan kehidupan masa kini adalah gejala modernisasi yang
dicanangkan dunia Barat untuk memperbaiki perekonomian masyarakat di
negara-negara Dunia Ketiga. Dampak modernisasi sangat luas, baik yang dianggap
positif maupun negatif oleh kalangan masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga,
baik yang berkaitan dangan masalah ekonomi, sosial, politik, budaya dan ilmu
pengetahuan. Modernisasi sebagai fenomena perubahan mendapat respon yang
beragam, bahkan dikritisi sebagai westernisasi. Bagaimanapun sebuah masyarakat
bukanlah 'bejana' kosong yang begitu saja menerima hal-hal yang berasal dari
luar, tetapi ia memiliki mekanisme tertentu melalui norma-norma dan nilai-nilai
tradisi (budaya) dalam menangani dan menanggapi perubahan yang terjadi.
Dalam kaitannya dengan
hal ini adalah peran para agen perubahan (pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat)
yang mampu mengantisipasi berbagai perkembangan masyarakat sehingga mampu
mengarahkan masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Namun demikian, merumuskan suatu konsep atau definisi yang dapat diterima berbagai pihak merupakan pekerjaan yang sulit dan bisa jadi tidak bermanfaat. Itulah sebabnya, dalam kajian ini teori perubahan sosial yang dikedepankan tidak berpretensi untuk memuaskan sejumlah tuntutan. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan satu pengertian perubahan sosial adalah terjadinya perubahan dari satu kondisi tertentu ke kondisi yang lain dengan melihatnya sebagai gejala yang disebabkan oleh berbagai faktor. Hal itu terjadi lebih sebagai dinamika “bolak-balik” antara hakikat dan kemampuan manusia sebagai makhluk yang hidup dan memiliki kemampuan tertentu (faktor internal) berdialektika dengan lingkungan alam (fisik), sosial, dan budayanya (faktor eksternal).
Persoalan yang dibicarakan oleh teori perubahan sosial antara lain sebagai berikut. Pertama, bagaimana kecepatan suatu perubahan terjadi, ke mana arah dan bentuk perubahan, serta bagaimana hambatan-hambatannya. Dalam kasus masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilakukan dengan melihat sejarah perkembangan sosialnya. Seperti diketahui, Indonesia mengalami proses percepatan pembangunan, atau modernisasi awal terutama setelah tahun 1900-an, yakni ketika Belanda memperkenalkan kebijakan politik etis. Akan tetapi, seperti akan dijelaskan kemudian, percepatan perubahan di Indonesia terutama terjadi setelah tahun 1980-an. Kedua, faktor apa yang berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dalam hal ini terdapat enam faktor yang berpengaruh terhadap perubahan sosial:
Namun demikian, merumuskan suatu konsep atau definisi yang dapat diterima berbagai pihak merupakan pekerjaan yang sulit dan bisa jadi tidak bermanfaat. Itulah sebabnya, dalam kajian ini teori perubahan sosial yang dikedepankan tidak berpretensi untuk memuaskan sejumlah tuntutan. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan satu pengertian perubahan sosial adalah terjadinya perubahan dari satu kondisi tertentu ke kondisi yang lain dengan melihatnya sebagai gejala yang disebabkan oleh berbagai faktor. Hal itu terjadi lebih sebagai dinamika “bolak-balik” antara hakikat dan kemampuan manusia sebagai makhluk yang hidup dan memiliki kemampuan tertentu (faktor internal) berdialektika dengan lingkungan alam (fisik), sosial, dan budayanya (faktor eksternal).
Persoalan yang dibicarakan oleh teori perubahan sosial antara lain sebagai berikut. Pertama, bagaimana kecepatan suatu perubahan terjadi, ke mana arah dan bentuk perubahan, serta bagaimana hambatan-hambatannya. Dalam kasus masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilakukan dengan melihat sejarah perkembangan sosialnya. Seperti diketahui, Indonesia mengalami proses percepatan pembangunan, atau modernisasi awal terutama setelah tahun 1900-an, yakni ketika Belanda memperkenalkan kebijakan politik etis. Akan tetapi, seperti akan dijelaskan kemudian, percepatan perubahan di Indonesia terutama terjadi setelah tahun 1980-an. Kedua, faktor apa yang berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dalam hal ini terdapat enam faktor yang berpengaruh terhadap perubahan sosial:
(1) penyebaraan
informasi, meliputi pengaruh dan mekanisme media dalam menyampaikan pesan-pesan
ataupun gagasan (pemikiran);
(2) modal, antara lain SDM ataupun modal
finansial;
(3) teknologi, suatu
unsur dan sekaligus faktor yang cepat berubah sesusai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan;
(4) ideologi atau agama, bagaimana agama atau
ideologi tertentu berpengaruh terhadap porses perubahan sosial;
(5) birokrasi, terutama berkaitan dengan
berbagai kebijakan pemerintahan tertentu dalam membangun kekuasaannya;
(6) agen atau aktor.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan makalah di atas dapat di
simpulkan sebagai berikut :
1.
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan
orang lain (Santroch, 1995).
2.
Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan
terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap
yaitu: Penalaran Prakonvesional, Penalaran
Konvensional, Penalaran Pascakonvensional.
3.
spiritualitas didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu
kekuatan atau suatu yang lebih agung dari dirisendiri (Witmer 1989).
4.
Karakteristik kebutuhan spiritual meliputi:
Kepercayaan, Pemaafan, Cinta dan hubungan,Keyakinan, kreativitas dan
harapan, Maksud dan tujuan serta anugrah dan harapan.
5.
Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual Terhadap Pendidikan diantaranya sebagai
berikut : Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kerikulum,
Memberikan pendidikan moral langsung, Memberikan pendekatan moral melalui
pendekatan klarifikasi nilai, Menjadikan pendidikan sebagai wahana yang
kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, Membantu
peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual
parenting.
Perubahan sosial adalah
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Hal-hal yang
berkaitan dengan perubahan sosial: Nilai-nilai sosial, Pola-pola perilaku,
Organisasi, Lembaga kemasyarakatan, Lapisan dalam masyarakat, Kekuasaan dan
wewenang. Faktor Penyebab Perubahan Sosial: Laju penduduk , Penemuan-penemuan
baru, Pertentangan, Pemberontakan / revolusi. Bentuk-bentuk perubahan sosial:
Lambat & Cepat, Kecil & Besar, Intended Change (perubahan yang di
kehendaki) dan Uninted Change (perubahan yang tidak dikehendaki).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Tung, Dr.khoe Yao,
Ilmu sosial dan pendidikan kristen,2016
2.
Ilmu Belajar dan Didaktika pendidikan
kristen, Junihot Simanjuntak, ANDI yogyakarta,2017
3.
Pdt e.g singgih, ph.d, hal 31,apa itu
theologia, BPK Gunung Mulia
4.
J.adams, Daniel, Theologia Refleksi
lintas Barat, BPK Gunung Mulia
5.
Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development.
Perkembangan Masa Hidup.Diterjemahkan oleh Juda Damanik, Achmad Chusairi.
Jakarta: Erlangga
7.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg
9.
Baharuddin. 2009. Pendidikan dan
Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
10. Desmita. 2010. PSikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
11.
Hartono, Agung. 2002. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
12.
Syamsuddin, Abin. 2007. Psikologi Kependidikan.
Bandung: Rosda Karya
13.
Yusuf, Syamsu. 2011. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers
14.
Hurlock, Elisabeth B.
1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Diterjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
15.
Triyono, dkk. 2012. Perkembangan
Peserta Didik. Malang: FIP UM
0 Komentar untuk "MORAL,SPRITUAL,SOSIAL"